Langsung ke konten utama

Kamu, Do'a Diam-Diamku

Aku akan mendo'akanmu diam-diam
Aku masih mendo'akanmu, seperti yang sudah-sudah
Tapi, tak selalu... tentu saja banyak hal lain yang ikut kudo'akan
Tapi, juga ada kamu di sana

Mungkin, tak seperti yang seharusnya
Ketika takdir diputuskan dan itu bukanlah kamu

Kamu satu-satunya orang, yang entah kenapa membuatku khawatir
ketika harus kukabarkan kabar bahagiaku sudah datang
Yang hanya kamu jawab,
"Benar yang kubilang, kamu akan menikah."

Kuminta kehadiranmu, kamu pun menyanggupinya,
hadir mengisi bahagiaku seperti yang sudah-sudah
Lega rasanya, juga senang tak terkira
Seperti gadis kecil yang merajuk, dan dibujuk dengan es krim di tanganmu

Atau, seperti ketika
Hadirmu dengan segelas air di tangan
Saat kuterbaring sakit

Dan lagu itu akan selalu mengingatkanku tentangmu
Dengan akhir yang sama
Dengan do'a yang sama untukmu...

Sahabatku, usai tawa ini. Izinkan aku bercerita: Telah jauh, ku mendaki. Sesak udara di atas puncak khayalan. Jangan sampai kau di sana

Telah jauh, ku terjatuh. Pedihnya luka di dasar jurang kecewa. Dan kini sampailah, aku di sini...

Yang cuma ingin diam, duduk di tempatku. Menanti seorang yang biasa saja. Segelas air di tangannya, kala kuterbaring... sakit. Yang sudi dekat, mendekap tanganku. Mencari teduhnya dalam mataku. Dan berbisik : "Pandang aku, kau tak sendiri, oh dewiku..."

Dan demi Tuhan, hanya itulah yang... Itu saja kuinginkan.

Sahabatku, bukan maksud hati membebani. Tetapi...

Telah lama, kumenanti. Satu malam sunyi untuk kuakhiri. Dan usai tangis ini, aku kan berjanji... Untuk diam, duduk di tempatku. Menanti seorang yang biasa saja. Segelas air di tangannya, kala kuterbaring... sakit. 

Menentang malam, tanpa bimbang lagi. Demi satu dewi yang lelah bermimpi. Dan berbisik : "Selamat tidur, tak perlu bermimpi bersamaku..."

Wahai Tuhan, jangan bilang lagi itu terlalu tinggi

"Curhat buat Sahabat - Dee"
RECTOVERSO (2008)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Aktivitas di Luar Kebiasaan

 Halo, saya Rizka. Seorang istri dan ibu dari sepasang putra dan putri yang lagi lucu-lucunya. Dua anak cukup? Biasanya, keseharian saya hanyalah mengurus rumah tangga. Seperti ibu muda biasanya. Yang kemudian selama lebih dari setahun belakangan, mencoba beraktivitas di luar kebiasaan. Ini tak mudah, meskipun sekarang lebih mudah rasanya. Kenapa? Ada dua kenapa dan kenapa.  Kenapa saya masih menginginkan aktivitas lain di luar kebiasaan menjadi ibu rumah tangga? Saya mungkin masih bisa leyeh-leyeh di rumah. Menikmati empuknya pembaringan serta hembusan angin dari kipas angin listrik di sudut kamar, atas nama istirahat sejenak. Dari kesibukan memenuhi kebutuhan suami dan anak-anak saya. Tapi, seorang yang sangat bisa menikmati waktu santai dengan begitu seriusnya, juga sangat bisa bosan. Jadi, intinya adalah kebosanan itu sendiri. Yang bahkan semua cara untuk membunuh rasa bosan ini, sudah jadi aktivitas yang membosankan.  Bukan saya tak mencintai suami dan anak-anakku t...

Kehilangan, Sebuah Fase Hidup

Kehilangan adalah bagian akhir dari proses memiliki sesuatu. Atau, melepas sesuatu yang pernah kau sebut punyamu. Punyaku. Punya kita. Setidaknya, kehilangan ini hadir dalam bentuk perasaan. Seperti kutipan lirik lagu yang Letto punya, "Rasa kehilangan hanya akan ada, jika kau pernah merasa memilikinya." Kehilangan bisa berarti berakhirnya kehidupan yang pernah kita bangun bersama. Atau juga, berarti memulai kehidupan yang baru, dengan orang-orang lainnya.  Saya pernah kehilangan. Sering. Dan seringnya tak punya nyali untuk meminta kembali apa yang pernah saya miliki itu kembali. Nyali atau sekedar gengsi? Bagi saya, meninggalkanku berarti kau kehilanganku. Tak ada jalan kembali. Rasaku tak akan pernah sama ketika kau kembali memilihku. Karena saya tak akan terima kau memilihku setelah pernah meninggalkanku ketika saya memilihmu dulu. Mengerti? Saya pun tak mengerti kenapa bisa jadi seperti itu. Sekarang, saya tak sedang bercerita tentang kau dan kau yang ternyata kem...

Perempuan Tangguh

Pernah saya dan beberapa teman mendapat julukan ini. bersama tiga teman seangkatan di kampus dan dua kakak di sana. Agak beresiko memang, dengan kata-kata itu. Karena sesungguhnya kami (sepertinya) hanyalah mencoba terlihat tangguh. Kami juga bukan superhero yang harus membantu kaum yang lemah. Apalah kami yang membantu diri sendiri saja sudah sulit. Atau itu hanya perasaanku saja. Pada akhirnya mereka jadi tangguh dengan cara mereka sendiri. Semoga aku pun sama. Update 2019... Tak semua dari mereka masih dekat denganku sekarang ini. Secara komunikasi, hanya dua dari mereka. Secara fisik, tak satu pun dari mereka dengan mudah kutemui saar ini. Apa jadinya kami kalau bertemu lagi? Mungkin akan mudah meski hanya bertanya kabar terkini tentang keadaan kami masing-masing. Agak merindukan mereka... Merindukan rasa tangguh seolah kami benar-benar tangguh Karena sesungguhnya saya hanya sedang rapuh saat ini Mungkin sedikit atmosfer di antara mereka bisa menularkan ketangguhan ...