Banyak yang bertanya, "Apa masalahmu sampai lama begini kelar kuliahnya?"
Yakin mau tahu?
Karena jujur saja, saya sendiri tak banyak berpikir soal itu. Atau lebih tepatnya, saya tak banyak berpikir lagi selama tiga tahun belakangan. Kalau hidup ini bagaikan aliran sungai yang bermuara entah kemana, maka saya sudah hanyut di dalamnya. Tanpa sedikitpun usaha untuk memilih hendak bersinggah kemana.
Saya punya seorang teman, yang sebenarnya bisa disebut motivator dan memahami psikologi seseorang. Satu waktu dia menanyakan satu hal yang kemudian menjerat kami dalam pembicaraan panjang dan dalam. Dari sini saya juga tersadar, kau tidak akan teringat kalau kau sudah melupakan sesuatu kalau tak ada yang menanyakannya.
"Apa mimpimu?"
Saya sendiri tak lagi mengandalkan mimpi untuk membuat hidupku bertahan. Sebut saja dia sudah hancur. Saya tak punya tujuan, dan ini serius. Saya pernah bermimpi menjadi seorang penulis. Lalu dia menghilang dengan sendirinya. Saya juga tak lagi banyak membaca buku seperti yang ada di kepala orang-orang yang bahkan menganggap saya lebih cerdas dari mereka. Ya, mereka tak cukup pintar untuk mengubah anggapannya bahwa saya sesungguhnya tak benar-benar cerdas. Tertinggal dan tak banyak tahu tentang segala sesuatunya.
Saya hidup sekedar hidup. Kau boleh menyebutnya sampah, atau benalu, karena sampai hari ini yang saya bisa hanya menikmati fasilitas pemberian Allah yang dititipkan lewat ibu tercinta.
"Kenapa ada yang tak tak punya mimpi?"
Kalau kau mau tahu, mungkin kau harus mau meluangkan waktumu seharian bersamaku dan saya yakin itu belum cukup. Karena saya juga masih harus mencerna pikiran untuk benar-benar menemukan alasan yang tepat.
Entahlah... hidupku sendiri seperti mengambang. Tak jelas. Kalau boleh, saya menganggapnya hampa. Karena saya tak punya progress apapun yang bisa saya andalkan atau pamer cerita pada teman-teman di ajang berkumpul. Bagaimana punya progress kalau tak ada target yang saya punya?
Saya hanya merasa hilang pada hidup yang saya punya. Saya menyerah pada apa pun yang terjadi karena buktinya tak banyak yang bisa saya ubah. Saya bingung. Batu berpijakku goyah.
Yakin mau tahu?
Karena jujur saja, saya sendiri tak banyak berpikir soal itu. Atau lebih tepatnya, saya tak banyak berpikir lagi selama tiga tahun belakangan. Kalau hidup ini bagaikan aliran sungai yang bermuara entah kemana, maka saya sudah hanyut di dalamnya. Tanpa sedikitpun usaha untuk memilih hendak bersinggah kemana.
Saya punya seorang teman, yang sebenarnya bisa disebut motivator dan memahami psikologi seseorang. Satu waktu dia menanyakan satu hal yang kemudian menjerat kami dalam pembicaraan panjang dan dalam. Dari sini saya juga tersadar, kau tidak akan teringat kalau kau sudah melupakan sesuatu kalau tak ada yang menanyakannya.
"Apa mimpimu?"
Saya sendiri tak lagi mengandalkan mimpi untuk membuat hidupku bertahan. Sebut saja dia sudah hancur. Saya tak punya tujuan, dan ini serius. Saya pernah bermimpi menjadi seorang penulis. Lalu dia menghilang dengan sendirinya. Saya juga tak lagi banyak membaca buku seperti yang ada di kepala orang-orang yang bahkan menganggap saya lebih cerdas dari mereka. Ya, mereka tak cukup pintar untuk mengubah anggapannya bahwa saya sesungguhnya tak benar-benar cerdas. Tertinggal dan tak banyak tahu tentang segala sesuatunya.
Saya hidup sekedar hidup. Kau boleh menyebutnya sampah, atau benalu, karena sampai hari ini yang saya bisa hanya menikmati fasilitas pemberian Allah yang dititipkan lewat ibu tercinta.
"Kenapa ada yang tak tak punya mimpi?"
Kalau kau mau tahu, mungkin kau harus mau meluangkan waktumu seharian bersamaku dan saya yakin itu belum cukup. Karena saya juga masih harus mencerna pikiran untuk benar-benar menemukan alasan yang tepat.
Entahlah... hidupku sendiri seperti mengambang. Tak jelas. Kalau boleh, saya menganggapnya hampa. Karena saya tak punya progress apapun yang bisa saya andalkan atau pamer cerita pada teman-teman di ajang berkumpul. Bagaimana punya progress kalau tak ada target yang saya punya?
Saya hanya merasa hilang pada hidup yang saya punya. Saya menyerah pada apa pun yang terjadi karena buktinya tak banyak yang bisa saya ubah. Saya bingung. Batu berpijakku goyah.
Ayo berpelukan, Kak!
BalasHapusPeluk adik Nanda Pipiiiiiiiii!! ({})
BalasHapusmirip banget kayak saya à ½Ã¸Ã ½Ã¸Ã ½Ã¸Ã ½Ã¸Ã ½Ã¸ mungkin saya terlalu takut keluar zona aman, tapi kadang mikir "saya ga bisa stuck disini terus" apalagi lihat teman udah selangkah lebih maju
BalasHapus