Langsung ke konten utama

Bergerak!

Libur panjang setelah KKN rasanya saya semakin malas berbuat apa saja. Sebenarnya ini bukan waktu untuk liburan panjang, tapi masa untuk menyelesaikan studi. Tapi, rasanya masih butuh waktu lama untuk itu. Masih ada kuliah yang perlu diselesaikan. :D

Beberapa teman masih sering mengajak saya untuk bertemu akhir-akhir ini. Beberapa teman lainnya sedang sibuk fokus menyelesaikan studinya. *Ummm.. Armita Amelia juga ujian meja hari ini. :) Yang lain juga mengejar masa depannya bagi yang studinya sudah beres sementara ini. Sebenarnya masih banyak teman yang bisa ditemui saat sekali-sekali ke kampus. Tapi, rasanya begitu aneh. Mendapati mereka sibuk dengan urusan pribadi masing-masing. Sementara saya yang masih dalam ketidakjelasan judul tugas akhir merasa semakin tak enak hati melihat mereka berlalu-lalang. *nyesek. Tapi, saya tak sendiri. Masih ada teman-teman yang belum bergerak menyelesaikan studi. Juga adik-adik yang menemani di kampus. *hahaha

Saya masih tetap disini. Memang sudah berusaha mengejar. Tapi, kenapa begitu sulit rasanya? Saya ditekan rasa takut untuk tidak menjadi apa-apa seusai menyelesaikan studi ini. Masih merasa kemampuan saya belum cukup untuk bisa mengandalkan diri sendiri meraih sukses masa depan saya. Saya begitu takut sampai kebingungan harus berbuat apa.

Saya bersyukur ibu saya sangat pengertian soal ini. Meskipun juga ada kekhawatiran yang tergambar jelas di wajahnya. Tentang putri bungsunya yang terlihat jauh beda dengan putri sulungnya. Sulungnya berhasil menyelesaikan studi delapan semester. Itupun sudah sarjana di awal semester. Sisanya formalitas. Bungsunya? -_-

Berkali-kali beliau malah menenangkan saya. “Teman-temanmu saja bisa. Nanti juga pasti bisa.” Mungkin berbeda dengan teman-teman lain yang mendapat desakan dari segala penjuru. Hhehehe. Tapi, ini khusus ibu saya. Hanya beliau yang berpandangan seperti itu. Kakak, nenek, tante, oom, tetangga, semua orang di sekitar sudah mulai menanyakan, “Kapan lulus?” Kujawab saja, “Insya Allah tahun ini.” Sambil  senyum :) Saya tidak tega mengatakan yang sebenarnya. -_- Saya sudah cukup depresi hanya dengan tatapan mereka, apalagi dengan pertanyaan itu. Belum lagi perkataan kakak saya, “Terakhir kuliah semester ini kan?” Kuiyakan saja. Sambil minta maaf dalam hati. -_-

Semua terasa begitu menekan kebebasan saya memilih waktu untuk lulus. Kecuali ibu saya. Tapi, bukankah pendapat ibu yang terpenting? Ah.. jadi tambah sayaaaaaaaaaang. :D Beliau ini terlalu sayang saya sampai tidak bisa melihat saya pusing biarpun sedikit. Sayangnya, saya malah dimanjakan dengan sikap ibu ini. :) Saya akan berjuang demi beliau! :')

Saya dalam proses bergerak. Blangko judul sudah diambil. Tinggal cari judul, konsultasi, kerjakan! Masih panjang yak?! Setidaknya saya sudah mau mencoba. :* Semangat untuk Saya!!! \^_^/

Komentar

  1. Tunggu dulu ketawaka dlu nah sebelum komentar (haha)(haha).
    Saya juga jadi pembeda diantara bersaudaraka. Kadang-kadang perlu pembeda di setiap hubungan persaudaraan supaya nd monoton ki karakterna anak-anaknya ortu.
    Cuman biasanya pembeda itu kalau bukan pembeda yang lebih baik diantara smuanya atau malah sebaliknya.
    Tinggal dipilih mau jadi pembeda yang mana?
    Bagaimana kalo dirimu gaul-gaul sedikit sm bukunya Steven Covey supaya bisa menapaki hidup dengan lebih optimis (cozy)
    **sudahmi dech...panjangmi kutulis** (ninja)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Deh..Ica.. naketawaika..(lonely)
      hhahahaha.. oke sip!! siap dicari bukunya. terlalu pesimis ka memang akhir-akhir ini kayaknya..(okok) ma'aciiiih!!(cozy)

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Apa Mimpimu?"

Banyak yang bertanya, "Apa masalahmu sampai lama begini kelar kuliahnya?" Yakin mau tahu? Karena jujur saja, saya sendiri tak banyak berpikir soal itu. Atau lebih tepatnya, saya tak banyak berpikir lagi selama tiga tahun belakangan. Kalau hidup ini bagaikan aliran sungai yang bermuara entah kemana, maka saya sudah hanyut di dalamnya. Tanpa sedikitpun usaha untuk memilih hendak bersinggah kemana. Saya punya seorang teman, yang sebenarnya bisa disebut motivator dan memahami psikologi seseorang. Satu waktu dia menanyakan satu hal yang kemudian menjerat kami dalam pembicaraan panjang dan dalam. Dari sini saya juga tersadar, kau tidak akan teringat kalau kau sudah melupakan sesuatu kalau tak ada yang menanyakannya. "Apa mimpimu?" Saya sendiri tak lagi mengandalkan mimpi untuk membuat hidupku bertahan. Sebut saja dia sudah hancur. Saya tak punya tujuan, dan ini serius. Saya pernah bermimpi menjadi seorang penulis. Lalu dia menghilang dengan sendirinya. Saya juga ta

Rumahku Indonesia VS Darurat Covid-19

Ada yang tak biasa tentang keadaan sekarang ini. Negeriku Indonesia bersama dunia sedang berjuang melawan virus corona atau Covid-19 sejak akhir tahun 2019 lalu. Indonesia sendiri baru diliputi kepanikan tentangnya di awal Maret 2020. Ketika bapak Jokowi, presiden kita, mengumumkan dua orang di antara kita sudah terdampak virus ini.  Hari ini, menjelang akhir Maret 2020. Saya pribadi mendadak diserang sakit kepala teramat sangat. Setelah sore harinya  WA pribadi dan grup saya geger dikarenakan Prof. Idrus Paturusi, Rektor Kampus UNHAS pada masanya, termasuk dalam 13 orang positif Covid-19 di SulSel per 25 Maret 2020 ini. Seseorang seperti beliau pun sudah terdampak. Bersama 12 orang lainnya, yang bisa saja adalah mereka yang ditemui di keseharian kita. Semoga mereka lekas pulih, dan badai virus ini segera berlalu. Saya mengkhawatirkan banyak hal. Terutama, keluarga dan kerabat, pastinya. Yang mana, setelah menikah dan hidup dengan keluarga kecilku sendiri, saya tak lagi serumah

Bahagianya adalah Bahagiamu??

I would rather hurt myself than to ever make you cry... potongan lirik Air Supply (Good Bye) yang saya tampilkan di salah satu akun jejaring sosial saya, rupanya menarik perhatian seorang teman. Si teman ini adalah satu dari beberapa teman yang lumayan dekat dengan saya. Saya punya beberapa teman yang hubungan saya dengannya setingkat di atas teman biasa. Disebut sahabat, tidak juga... sebab tak semua masalah bisa saya bagi dengan mereka. Hanya sekedar menjelaskan bahwa kejiwaan saya sedang terusik oleh adanya sebuah masalah. Tidak pernah secara detail menjelaskan masalah pribadi, semisalnya dengan kalimat panjang lebar hingga mereka merasa seolah ikut merasakan apa yang saya alami. Hubungan pertemanan ini, selanjutnya disebut persaudaraan (saya menganggapnya seperti itu), dalam prosesnya terjadi dengan saling memperhatikan satu sama lain. Mulai dari masalah makan, kalau mereka tak melihatmu makan seharian. Atau, menuduhmu tidak tidur seharian hanya karena kau tak bersemangat menjalan