Langsung ke konten utama

Bersiap Kehilanganmu

Aku perlu bersiap kehilangan. Agar sakitnya tak terlalu terasa. Agar kepergianmu tak lagi penting bagiku. Toh aku pernah mengalaminya. Sama. Hal yang hampir sama.

Kehilangan orang-orang yang pernah sangat berarti bagiku. Masih sangat berarti. Selalu akan sangat berarti. Karena aku tak bisa seperti sekarang tanpa kalian.

Enam tahun lalu...
Dia tiba. Setelah menghabiskan waktunya seharian. Mencari segala hal untuk melanjutkan kehidupan kami. Dia lelah, kutahu pasti itu. Aku bersikap baik, selalu seperti itu, membuatkan segelas kopi sesuai pesanannya, "Di gelas kecil saja".
Setelah itu, kami mengobrol. Entah tentang apa, aku lupa. Lalu, tiba-tiba sikapnya berubah. Menggertakku tanpa kutahu apa salahku. Padahal, dia tak pernah sekalipun menggertakku. Kecuali, saat aku berisik, mengganggu dia melakukan rutinitasnya.
Dan, malam itu semuanya berubah. Orang yang sangat kuagung-agungkan, tiba-tiba dengan teganya, merubahku dari bocah periang menjadi tak lagi bersemangat setiap harinya. Dia berubah, selalu marah tanpa kutahu apa sebabnya.
Berbulan-bulan semuanya semakin berubah. Hingga pada harinya, dia meninggalkanku. Katanya, dia tidak benar-benar meninggalkanku. Akan selalu ada untukku. Tapi, apa jadinya sekarang?? IP-ku turun saja tak menjadi soal penting lagi baginya. Hahah

Lalu, malam ini...
Engkau tersenyum saat membuka sms di ponselmu. Aku tahu jelas siapa itu. Tapi, aku berpura-pura tidak tahu saja. Lalu, kurapatkan tubuhku dengan tubuhmu. Bersiap kehilanganmu. Tak rela melewatkan momen itu. Momen saat kau ada di sampingku. Meski tubuhku sudah tak semungil bocah kecil yang dulu selalu dipeluk olehmu.
Lalu, kau menggertakku...
Aku pergi. Sebaiknya tak usah kuteruskan saja. Beberapa bulan lagi, toh aku akan ditinggal juga olehmu. Sebaiknya, aku bersiap kehilangan saja. Aku akan ditinggal olehmu. Dan semoga aku akan siap untuk itu. Semoga duniaku tak terlalu hancur atas itu.

Ini takdir-ku. Ini garis tanganku. Ini situasi yang akan kuhadapi. Situasi tak akan berubah. Tapi reaksiku dapat berubah. Suasana hatiku bisa kurubah. Karena hanya itu yang bisa kulakukan, maka sebaiknya kumaksimalkan saja.
Menjauh darimu. Agar saat kehilangan nanti, aku tak terlalu bersedih. Toh tak akan ada yang abadi. Kelak rasa ini akan berubah. Aku hanya perlu menyiapkan diri saja, agar aku tak butuh waktu lama untuk merasa kehilangan. Kau perlu mencari hidupmu yang baru, mungkin tanpaku. Itulah pilihanmu. Toh aku takkan pernah merubah keputusanmu. Apalah aku, orang kedua, orang terakhir, yang tak pernah dibutuh pendapatnya, meski aku sudah bersikeras menolaknya.
Toh aku juga akan punya hidup. Mungkin tanpamu. Dan... semoga aku siap saja. Siap kehilangan pelukmu yang tak lagi untukku. Meski aku akan merindukannya. Pelukan dimana aku merasa damai, seolah tak membutuhkan orang lain lagi. Pelukan yang sanggup menghapus lelahku, menyembuhkan sakitku, meruntuhkan amarahku, menghilangkan semua yang meresahkanku.

🎧 "Hidup bukan untuk bersedih, engkau hanya harus memilih, suatu saat kan kau temui yang pasti.." -Jikustik-
🎧 "Perubahan ini meyakinkan aku, bahwa tak ada yang abadi" -Jikustik-
🎧 "Rasa kehilangan hanya akan ada, jika kau pernah merasa memilikinya..." -Letto-

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Apa Mimpimu?"

Banyak yang bertanya, "Apa masalahmu sampai lama begini kelar kuliahnya?" Yakin mau tahu? Karena jujur saja, saya sendiri tak banyak berpikir soal itu. Atau lebih tepatnya, saya tak banyak berpikir lagi selama tiga tahun belakangan. Kalau hidup ini bagaikan aliran sungai yang bermuara entah kemana, maka saya sudah hanyut di dalamnya. Tanpa sedikitpun usaha untuk memilih hendak bersinggah kemana. Saya punya seorang teman, yang sebenarnya bisa disebut motivator dan memahami psikologi seseorang. Satu waktu dia menanyakan satu hal yang kemudian menjerat kami dalam pembicaraan panjang dan dalam. Dari sini saya juga tersadar, kau tidak akan teringat kalau kau sudah melupakan sesuatu kalau tak ada yang menanyakannya. "Apa mimpimu?" Saya sendiri tak lagi mengandalkan mimpi untuk membuat hidupku bertahan. Sebut saja dia sudah hancur. Saya tak punya tujuan, dan ini serius. Saya pernah bermimpi menjadi seorang penulis. Lalu dia menghilang dengan sendirinya. Saya juga ta

Rumahku Indonesia VS Darurat Covid-19

Ada yang tak biasa tentang keadaan sekarang ini. Negeriku Indonesia bersama dunia sedang berjuang melawan virus corona atau Covid-19 sejak akhir tahun 2019 lalu. Indonesia sendiri baru diliputi kepanikan tentangnya di awal Maret 2020. Ketika bapak Jokowi, presiden kita, mengumumkan dua orang di antara kita sudah terdampak virus ini.  Hari ini, menjelang akhir Maret 2020. Saya pribadi mendadak diserang sakit kepala teramat sangat. Setelah sore harinya  WA pribadi dan grup saya geger dikarenakan Prof. Idrus Paturusi, Rektor Kampus UNHAS pada masanya, termasuk dalam 13 orang positif Covid-19 di SulSel per 25 Maret 2020 ini. Seseorang seperti beliau pun sudah terdampak. Bersama 12 orang lainnya, yang bisa saja adalah mereka yang ditemui di keseharian kita. Semoga mereka lekas pulih, dan badai virus ini segera berlalu. Saya mengkhawatirkan banyak hal. Terutama, keluarga dan kerabat, pastinya. Yang mana, setelah menikah dan hidup dengan keluarga kecilku sendiri, saya tak lagi serumah

Bahagianya adalah Bahagiamu??

I would rather hurt myself than to ever make you cry... potongan lirik Air Supply (Good Bye) yang saya tampilkan di salah satu akun jejaring sosial saya, rupanya menarik perhatian seorang teman. Si teman ini adalah satu dari beberapa teman yang lumayan dekat dengan saya. Saya punya beberapa teman yang hubungan saya dengannya setingkat di atas teman biasa. Disebut sahabat, tidak juga... sebab tak semua masalah bisa saya bagi dengan mereka. Hanya sekedar menjelaskan bahwa kejiwaan saya sedang terusik oleh adanya sebuah masalah. Tidak pernah secara detail menjelaskan masalah pribadi, semisalnya dengan kalimat panjang lebar hingga mereka merasa seolah ikut merasakan apa yang saya alami. Hubungan pertemanan ini, selanjutnya disebut persaudaraan (saya menganggapnya seperti itu), dalam prosesnya terjadi dengan saling memperhatikan satu sama lain. Mulai dari masalah makan, kalau mereka tak melihatmu makan seharian. Atau, menuduhmu tidak tidur seharian hanya karena kau tak bersemangat menjalan