Langsung ke konten utama

Aktivitas di Luar Kebiasaan

 Halo, saya Rizka. Seorang istri dan ibu dari sepasang putra dan putri yang lagi lucu-lucunya. Dua anak cukup?

Biasanya, keseharian saya hanyalah mengurus rumah tangga. Seperti ibu muda biasanya. Yang kemudian selama lebih dari setahun belakangan, mencoba beraktivitas di luar kebiasaan. Ini tak mudah, meskipun sekarang lebih mudah rasanya. Kenapa? Ada dua kenapa dan kenapa. 

Kenapa saya masih menginginkan aktivitas lain di luar kebiasaan menjadi ibu rumah tangga?

Saya mungkin masih bisa leyeh-leyeh di rumah. Menikmati empuknya pembaringan serta hembusan angin dari kipas angin listrik di sudut kamar, atas nama istirahat sejenak. Dari kesibukan memenuhi kebutuhan suami dan anak-anak saya. Tapi, seorang yang sangat bisa menikmati waktu santai dengan begitu seriusnya, juga sangat bisa bosan. Jadi, intinya adalah kebosanan itu sendiri. Yang bahkan semua cara untuk membunuh rasa bosan ini, sudah jadi aktivitas yang membosankan. 

Bukan saya tak mencintai suami dan anak-anakku tersayang. Hanya saja, ibu ini juga butuh mengisi kembali hal-hal yang rasanya kosong kalau tak kujalani sendiri. Apa itu?

Saya awalnya seseorang yang sangat bisa menikmati kesendirian. Dan sangat menikmati itu sampai harus saya ulangi kata nikmat itu. Sendiriku bisa membuat saya lebih banyak berpikir tentang diri sendiri, orang-orang di sekitarku, sampai tentang semesta alam dan penciptanya.

Kapan terakhir akal ini dipakai untuk berpikir dalam dan panjang? Tentang apa saja selain waktu makan suami dan anak beserta persiapannya, waktu mandi anak, persiapkan pakaian bersih mereka, atau bagaimana mendidik mereka menjadi lebih pintar, kuat, bermanfaat, dan sesuai fitrahnya menjadi muslim dan muslimah yang baik. 

Saya tahu sedari dulu dan mempunyai satu pandangan ini. Bersediakah saya menjadi istri dan ibu, yang tak punya waktu libur sedetikpun untuk jauh dari kewajibanku tentang itu? Tapi, sebanyak apapun saya berpikir waktu dulu, tetap tak sama rasanya dengan menjalaninya di hari ini. 

Saya bukan mau meninggalkan keluarga ataupun sejenak melupakan mereka. Tentu saja status istri dan ibu ini akan melekat dengan saya seumur hidup. Tapi, saya sungguh butuh sendiri. Dan, pergi keluar bersama teman sudah bukan jawabannya. Sepertinya mengambil pekerjaan sementara dengan aktivitas baru sejenak, lebih baik saat ini.

Saya menjalaninya sementara sudah satu setengah tahun belakangan. Alhamdulillah tempatnya masih tak jauh dari rumah suami dan rumah ibuku yang masih sering jadi tempatku berbolak balik, beraktivitas di luar, menitip anak, menjemput dan pulang kembali. Dan masih menikmatinya, meski tentu ada kerikil menusuk di tengah jalan. Semoga masih dilancarkan Allah 🤍


Kenapa yang kedua, lanjut di tulisan berikutnya 😁

Komentar

Postingan populer dari blog ini

"Apa Mimpimu?"

Banyak yang bertanya, "Apa masalahmu sampai lama begini kelar kuliahnya?" Yakin mau tahu? Karena jujur saja, saya sendiri tak banyak berpikir soal itu. Atau lebih tepatnya, saya tak banyak berpikir lagi selama tiga tahun belakangan. Kalau hidup ini bagaikan aliran sungai yang bermuara entah kemana, maka saya sudah hanyut di dalamnya. Tanpa sedikitpun usaha untuk memilih hendak bersinggah kemana. Saya punya seorang teman, yang sebenarnya bisa disebut motivator dan memahami psikologi seseorang. Satu waktu dia menanyakan satu hal yang kemudian menjerat kami dalam pembicaraan panjang dan dalam. Dari sini saya juga tersadar, kau tidak akan teringat kalau kau sudah melupakan sesuatu kalau tak ada yang menanyakannya. "Apa mimpimu?" Saya sendiri tak lagi mengandalkan mimpi untuk membuat hidupku bertahan. Sebut saja dia sudah hancur. Saya tak punya tujuan, dan ini serius. Saya pernah bermimpi menjadi seorang penulis. Lalu dia menghilang dengan sendirinya. Saya juga ta

Rumahku Indonesia VS Darurat Covid-19

Ada yang tak biasa tentang keadaan sekarang ini. Negeriku Indonesia bersama dunia sedang berjuang melawan virus corona atau Covid-19 sejak akhir tahun 2019 lalu. Indonesia sendiri baru diliputi kepanikan tentangnya di awal Maret 2020. Ketika bapak Jokowi, presiden kita, mengumumkan dua orang di antara kita sudah terdampak virus ini.  Hari ini, menjelang akhir Maret 2020. Saya pribadi mendadak diserang sakit kepala teramat sangat. Setelah sore harinya  WA pribadi dan grup saya geger dikarenakan Prof. Idrus Paturusi, Rektor Kampus UNHAS pada masanya, termasuk dalam 13 orang positif Covid-19 di SulSel per 25 Maret 2020 ini. Seseorang seperti beliau pun sudah terdampak. Bersama 12 orang lainnya, yang bisa saja adalah mereka yang ditemui di keseharian kita. Semoga mereka lekas pulih, dan badai virus ini segera berlalu. Saya mengkhawatirkan banyak hal. Terutama, keluarga dan kerabat, pastinya. Yang mana, setelah menikah dan hidup dengan keluarga kecilku sendiri, saya tak lagi serumah

Bahagianya adalah Bahagiamu??

I would rather hurt myself than to ever make you cry... potongan lirik Air Supply (Good Bye) yang saya tampilkan di salah satu akun jejaring sosial saya, rupanya menarik perhatian seorang teman. Si teman ini adalah satu dari beberapa teman yang lumayan dekat dengan saya. Saya punya beberapa teman yang hubungan saya dengannya setingkat di atas teman biasa. Disebut sahabat, tidak juga... sebab tak semua masalah bisa saya bagi dengan mereka. Hanya sekedar menjelaskan bahwa kejiwaan saya sedang terusik oleh adanya sebuah masalah. Tidak pernah secara detail menjelaskan masalah pribadi, semisalnya dengan kalimat panjang lebar hingga mereka merasa seolah ikut merasakan apa yang saya alami. Hubungan pertemanan ini, selanjutnya disebut persaudaraan (saya menganggapnya seperti itu), dalam prosesnya terjadi dengan saling memperhatikan satu sama lain. Mulai dari masalah makan, kalau mereka tak melihatmu makan seharian. Atau, menuduhmu tidak tidur seharian hanya karena kau tak bersemangat menjalan